Dakwah Islamiah : Ridha dan Qana’ah Terhadap Ketetapan Allah

Sesungguhnya wajib bagi kita untuk mempelajari ilmu agama ini. Dan kita telah mengetahui bersama bahwa tidaklah ilmu itu dicari melainkan untuk diamalkan, karena amal merupakan konsekuensi dari ilmu. Dan kita telah ketahui pula bahwa amalan itu tidaklah sah kecuali jika dibangun di atas dua pondasi, dan suatu amalan dikatakan amalan yang shalih jika amalan tersebut dibangun di atas dua pondasi, yaitu:

Pertama adalah Ikhlas kepada Allah, betul-betul dia mengharapkan balasan dari Allah subhanahu wata’ala.
kedua adalah Mutaba’ah sesuai dengan apa yang telah disyari’atkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, harus mengikuti Rasulullah dan cocok dengan syari’at beliau di dalam pelaksanaan amalan tersebut.

Apabila amalan itu tidak sah, maka tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wata’ala, walaupun amalan tersebut banyak dan pelakunya capek/lelah dalam mengamalkannya.

Dua pondasi tersebut merupakan penentu sahnya suatu amalan. Dan ini menuntut dan wajib bagi kita untuk mempelajari ilmu. Dan sekali lagi, tidaklah ilmu itu dituntut melainkan untuk diamalkan.

Pentingnya kita untuk mengawasi amalan karena banyak para ulama membicarakan tentang amalan ini dan juga faktor-faktor yang membatalkannya.

Dalam kesempatan kali ini kami akan membicarakan tentang suatu masalah dan ini merupakan salah satu dari rukun iman, yaitu masalah iman kepada takdir, baik itu takdir yang baik ataupun takdir yang jelek. Ketika seorang itu beramal, maka dia diberi ujian-ujian dari amalannya tersebut, apakah dia istiqamah di dalam amalannya itu sehingga amalan tersebut mendorong si pelakunya untuk mengoreksi apakah amalan tersebut diterima atau tidak. Dan ujian tersebut adalah sesuatu yang ditakdirkan oleh Allah subhanahu wata’ala, dan kita harus mengimaninya bahwa itu semuanya ditakdirkan oleh Allah ‘azza wajalla. Kebaikan yang ada pada diri kita itu telah ditakdirkan oleh Allah, begitu juga kejelekan yang ada pada diri kita, juga ditakdirkan oleh Allah. Masalah iman kepada takdir ini penting peranannya dalam kehidupan seorang mukmin dan menjadi penentu keimanan seseorang.

Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendidik anak pamannya yaitu ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Beliau diajari oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan beberapa nasehat, di antara nasehat yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sampaikan kepadanya -dan pada waktu itu beliau masih kecil- adalah berkenaan dengan takdir. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Ketahuilah, kalau seandainya umat ini bersatu/berkumpul untuk memberikan manfaat kepadamu niscaya umat tidak akan mampu memberikan manfaat kepadamu, kecuali apa yang telah ditakdirkan oleh Allah untukmu. Kalau seandainya umat itu semuanya berupaya untuk memberikan kejelekan kepadamu maka niscaya mereka tidak mampu untuk memberikan kejelekan kepadamu, kecuali apa yang telah ditakdirkan oleh Allah untukmu. Telah diangkat pena dan telah kering lembaran-lembaran catatan takdir (tidak akan terjadi perubahan).” (HR. At-Tirmidzi dari shahabat ‘Abdullah bin ‘Abbas)

Semuanya ditakdirkan oleh Allah subhanahu wata’ala, oleh karena itu kita meyakini bahwasanya kebaikan dan kejelekan semuanya telah ditakdirkan oleh Allah subhanahu wata’ala. Maka janganlah sombong ketika kalian mendapatkan kebaikan, bersyukurlah kepada Allah. Dan janganlah bersedih ketika sesuatu yang tidak kalian sukai menimpa pada diri kalian. Jangan bersedih, mendekatlah kepada Allah, bersabarlah atas kesulitan dan kekurangan yang menimpa diri kalian. Inilah nasehat Rasulullah kepada sepupunya tersebut, dididik sejak kecil tentang masalah takdir karena ini penting peranannya. Demikian juga dengan shahabat-shahabat yang lainnya. Sampai-sampai ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma menyatakan tentang orang-orang yang mengingkari takdir, beliau mengatakan:

“Demi Dzat yang ‘Abdullah bin ‘Umar bersumpah dengan-Nya, kalau seandainya para pengingkar takdir tersebut memiliki emas sebesar gunung Uhud, kemudian emas tersebut diinfakkan di jalan Allah, maka Allah tidak akan menerima infak orang tersebut sampai dia beriman kepada takdir.” (HR. Muslim)

Karena mereka tidak mengimani salah satu dari enam rukun iman, maka mereka telah kafir, dan Allah subhanahu wata’ala tidaklah menerima amalan kecuali dari orang yang bertaqwa. Kemudian ‘Abdullah bin ‘Umar membawakan sebuah hadits yang dikenal dengan hadits Jibril:

“Iman itu ialah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan engkau beriman kepada takdir yang baik dan takdir yang buruk.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Segala sesuatu yang menimpa diri kita -baik maupun buruk- semuanya merupakan takdir dari Allah subhanahu wata’ala.

Kaum muslimin yang semoga dirahmati oleh Allah ‘azza wajalla.

Demikianlah Salafuna Ash-Shalih menasehatkan tentang masalah takdir ini. Begitu pentingnya sampai-sampai shahabat ‘Ubadah bin Ash-Shamit menasehati anaknya yang bernama Al-Walid:

“Wahai anakku, kamu tidaklah merasakan manisnya iman sampai kamu meyakini apa yang telah Allah takdirkan (tetapkan) kepadamu (yang baik atau yang buruk), pasti tidak akan meleset darimu. Dan apa saja yang tidak ditakdirkan menimpamu maka tidak akan menimpa pada dirimu.” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi)

Kita meyakini bahwa iman itu memiliki rasa, iman itu lezat dan manis. Barangsiapa yang merasakan lezatnya iman, maka ia akan terhibur dengan iman tersebut dan tidak terlena dengan dunia dan apa yang ada di dalamnya. Musibah sebesar apa pun yang menimpanya, maka dia tenang dengan iman yang ada pada dirinya, dia yakin bahwa itu semua telah ditakdirkan oleh Allah subhanahu wata’ala dan Allah telah menentukan hikmah-Nya dalam takdir-Nya tersebut, dia yakin bahwa Allah tidaklah berbuat zhalim kepadanya. Orang yang beriman dan merasakan lezatnya iman itu tidak akan terlena dengan kesenangan duniawai. Kalau seandainya digambarkan pada makanan yang ada di sekitar kita, misalkan di sisi kita ada daging kambing yang diolah dengan lezat, kemudian di samping kita ada kerupuk yang layu dan basi. Maka orang yang merasakan lezatnya daging kambing ini, dia tidak akan menoleh kepada kerupuk yang layu dan basi tadi. Begitu pula orang yang merasakan manisnya iman, maka dia tidak akan tertipu dengan gemerlapnya dunia yang pada hakekatnya adalah sesuatu yang rendah, hina, dan tiada harganya seperti kerupuk yang sudah basi dan layu tadi, bahkan lebih rendah dari itu.

Kita lihat kepada para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mereka telah merasakan lezatnya iman, kebanyakan dari mereka miskin, kenapa? Karena dunia ini tidak bisa dibandingkan dengan lezatnya iman yang ada di dalam hati mereka, sehingga ketika mereka ditimpa musibah, tidak goyah imannya. Itulah para shahabat, demikian pula generasi yang mengikuti jejak mereka.

Inilah nasehat seorang ayah kepada anaknya, dididiklah anak tersebut tentang masalah takdir. Supaya ketika dia sedang menjalani suatu amalan di dalam agamanya, kemudian dia mendapatkan musibah-musibah, maka ketika itu dia ingat bahwa musibah tersebut telah ditakdirkan oleh Allah subhanahu wata’ala. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan:

“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya (dihapuskan dosa-dosanya) maka akan disegerakan adzabnya di dunia.” (HR. At-Tirmidzi dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu)

Artinya dia akan mendapatkan musibah-musibah di dunia ini, dan itu akan menghapus dosa yang telah dia lakukan.

Dan terkadang musibah itu memiliki manfaat.

“Tidaklah suatu musibah itu menimpa pada diri seseorang melaiankan dengan izin Allah (yaitu dengan takdir Allah).” (At-Taghabun: 11)

Barangsiapa yang beriman kepada Allah subhanahu wata’ala (bahwasanya musibah itu telah ditakdirkan oleh Allah), maka Allah akan membimbing hatinya untuk sabar dan ridha terhadap musibah tersebut. Ketika dirinya ditimpa musibah (kesulitan, sakit, kehilangan harta, saudara, orang tua, atau kehilangan anak), dia yakin bahwa ini semua merupakan takdir dari Allah ‘azza wajalla, maka Allah akan membimbing hatinya untuk sabar dan menerima musibah tersebut. Untuk mendapatkan itu semua tentu dengan beriman kepada takdir.

Kita hidup di dunia ini senantiasa diuji oleh Allah, semakin kuat iman kita, maka akan semakin besar ujian yang akan kita hadapi. Oleh karena itu, hendaklah kita memiliki keyakinan kepada Allah ‘azza wajalla, mengimani tentang takdir Allah, karena itulah yang akan membimbing kita kepada jalan-Nya, dan itu pulalah yang akan menjadikan hati kita ini ridha terhadap apa-apa yang telah ditetapkan oleh Allah subhanahu wata’ala.

Sesungguhnya kehidupan yang baik itu terletak pada sikap ridha dan qana’ah. Ridha terhadap musibah-musibah dan kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya, serta qana’ah, yaitu tidak menuntut sesuatu yang lebih dari apa yang telah Allah berikan kepadanya, serta menerima dan pasrah terhadap pemberian Allah subhanahu wata’ala. Suatu nikmat yang besar jika seseorang memiliki sifat ridha dan qana’ah ini. Harta yang banyak tetapi kalau dia tidak memiliki sifat qana’ah, dia akan capek, mencari dan mencari, sehingga dia menjadi budak dari harta. Tetapi orang yang qana’ah, dia menerima terhadap apa yang telah Allah subhanahu wata’ala berikan pada dirinya dengan pasrah dan ridha, maka akan tenanglah hidup orang tersebut.

Oleh karena itu, kita butuh untuk mendekatkan diri kepada Allah, baik dengan berdo’a, atau melakukan ibadah-ibadah lain yang telah disyari’atkan oleh-Nya, sehingga kita terbimbing kepada jalan-Nya yang lurus....amin.
Laahaula Wala Quwwata illa Billahhil 'aliyil adzim.

Continuar leyendo

Dakwah Islamiah : Melihat Kebawah Untuk Masalah Dunia

Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in.

Betapa banyak orang yang terkesima dengan kilauan harta orang lain. Tidak pernah merasa cukup dengan harta yang ia miliki. Jika sudah mendapatkan suatu materi dunia, dia ingin terus mendapatkan yang lebih. Jika baru mendapatkan motor, dia ingin mendapatkan mobil kijang. Jika sudah memiliki mobil kijang, dia ingin mendapatkan mobil sedan. Dan seterusnya sampai pesawat pun dia inginkan. Itulah watak manusia yang tidak pernah puas.

Melihat Orang Di Bawah Kita dalam Hal Harta dan Dunia

Sikap seorang muslim yang benar, hendaklah dia selalu melihat orang di bawahnya dalam masalah harta dan dunia. Betapa banyak orang di bawah kita berada di bawah garis kemiskinan, untuk makan sehari-hari saja mesti mencari utang sana-sini, dan masih banyak di antara mereka keadaan ekonominya jauh di bawah kita. Seharusnya seorang muslim memperhatikan petuah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal ini.
Suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan nasehat kepada Abu Dzar. Abu Dzar berkata,

أَمَرَنِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ أَمَرَنِي بِحُبِّ الْمَسَاكِينِ وَالدُّنُوِّ مِنْهُمْ وَأَمَرَنِي أَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ دُونِي وَلَا أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقِي

“Kekasihku yakni Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah tujuh perkara padaku, (di antaranya): [1] Beliau memerintahkanku agar mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka, [2] beliau memerintahkanku agar melihat orang yang berada di bawahku (dalam masalah harta dan dunia), juga supaya aku tidak memperhatikan orang yang berada di atasku. ...” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا نظر أحدكم إلى من فضل عليه في المال والخلق فلينظر إلى من هو أسفل منه

“Jika salah seorang di antara kalian melihat orang yang memiliki kelebihan harta dan bentuk (rupa) [al kholq], maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ibnu Hajar mengatakan, “Yang dimaksud dengan al khalq adalah bentuk tubuh. Juga termasuk di dalamnya adalah anak-anak, pengikut dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kenikmatan duniawi.” (Fathul Bari, 11/32)

Agar Tidak Memandang Remeh Nikmat Allah

Dengan memiliki sifat yang mulia ini yaitu selalu memandang orang di bawahnya dalam masalah dunia, seseorang akan merealisasikan syukur dengan sebenarnya.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

انظروا إلى من هو أسفل منكم ولا تنظروا إلى من هو فوقكم ، فهو أجدر أن لا تزدروا نعمة الله عليكم

“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Al Munawi –rahimahullah- mengatakan,
“Jika seseorang melihat orang di atasnya (dalam masalah harta dan dunia), dia akan menganggap kecil nikmat Allah yang ada pada dirinya dan dia selalu ingin mendapatkan yang lebih. Cara mengobati penyakit semacam ini, hendaklah seseorang melihat orang yang berada di bawahnya (dalam masalah harta dan dunia). Dengan melakukan semcam ini, seseorang akan ridho dan bersyukur, juga rasa tamaknya (terhadap harta dan dunia) akan berkurang. Jika seseorang sering memandang orang yang berada di atasnya, dia akan mengingkari dan tidak puas terhadap nikmat Allah yang diberikan padanya. Namun, jika dia mengalihkan pandangannya kepada orang di bawahnya, hal ini akan membuatnya ridho dan bersyukur atas nikmat Allah padanya.”

Itulah yang akan membuat seseorang tidak memandang remeh nikmat Allah karena dia selalu memandang orang di bawahnya dalam masalah harta dan dunia. Ketika dia melihat juragan minyak yang memiliki rumah mewah dalam hatinya mungkin terbetik, “Rumahku masih kalah dari rumah juragan minyak itu.” Namun ketika dia memandang pada orang lain di bawahnya, dia berkata, “Ternyata rumah tetangga dibanding dengan rumahku, masih lebih bagus rumahku.” Dengan dia memandang orang di bawahnya, dia tidak akan menganggap remeh nikmat yang Allah berikan. Bahkan dia akan mensyukuri nikmat tersebut karena dia melihat masih banyak orang yang tertinggal jauh darinya.

Berbeda dengan orang yang satu ini. Ketika dia melihat saudaranya memiliki Blacberry, dia merasa ponselnya masih sangat tertinggal jauh dari temannya tersebut. Akhirnya yang ada pada dirinya adalah kurang mensyukuri nikmat, menganggap bahwa nikmat tersebut masih sedikit, bahkan selalu ada hasad (dengki) yang berakibat dia akan memusuhi dan membenci temannya tadi. Padahal masih banyak orang di bawah dirinya yang memiliki ponsel dengan kualitas yang jauh lebih rendah. Inilah cara pandang yang keliru. Namun inilah yang banyak menimpa kebanyakan orang saat ini.

Dalam Masalah Agama dan Akhirat, Hendaklah Seseorang Melihat Orang Di Atasnya

Dalam masalah agama, berkebalikan dengan masalah materi dan dunia. Hendaklah seseorang dalam masalah agama dan akhirat selalu memandang orang yang berada di atasnya. Haruslah seseorang memandang bahwa amalan sholeh yang dia lakukan masih kalah jauhnya dibanding para Nabi, shidiqn, syuhada’ dan orang-orang sholeh. Para salafush sholeh sangat bersemangat sekali dalam kebaikan, dalam amalan shalat, puasa, sedekah, membaca Al Qur’an, menuntut ilmu dan amalan lainnya. Haruslah setiap orang memiliki cara pandang semacam ini dalam masalah agama, ketaatan, pendekatan diri pada Allah, juga dalam meraih pahala dan surga. Sikap yang benar, hendaklah seseorang berusaha melakukan kebaikan sebagaimana yang salafush sholeh lakukan. Inilah yang dinamakan berlomba-lomba dalam kebaikan.
Dalam masalah berlomba-lomba untuk meraih kenikmatan surga, Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ (22) عَلَى الْأَرَائِكِ يَنْظُرُونَ (23) تَعْرِفُ فِي وُجُوهِهِمْ نَضْرَةَ النَّعِيمِ (24) يُسْقَوْنَ مِنْ رَحِيقٍ مَخْتُومٍ (25) خِتَامُهُ مِسْكٌ وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ (26)

“Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam keni'matan yang besar (syurga), mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan mereka yang penuh keni'matan. Mereka diberi minum dari khamar murni yang dilak (tempatnya), laknya adalah kesturi; dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. Al Muthaffifin: 22-26)

Al Qurtubhi mengatakan, “Berlomba-lombalah di dunia dalam melakukan amalan shalih.” (At Tadzkiroh Lil Qurtubhi, hal. 578)
Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala juga berfirman,

فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا

“Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” (QS. Al Ma’idah: 48)

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imron: 133)

Inilah yang dilakukan oleh para salafush sholeh, mereka selalu berlomba-lomba dalam kebaikan sebagaimana dapat dilihat dari perkataan mereka berikut ini yang disebutkan oleh Ibnu Rojab –rahimahullah-. Berikut sebagian perkatan mereka.
Al Hasan Al Bashri mengatakan,

إذا رأيت الرجل ينافسك في الدنيا فنافسه في الآخرة

“Apabila engkau melihat seseorang mengunggulimu dalam masalah dunia, maka unggulilah dia dalam masalah akhirat.”

Continuar leyendo

Dakwah Islamiah : Syarat Orang yang bertauhid

Agar menjadi orang yang bertauhid (muwahhid) harus memenuhi tujuh syarat berikut ini :


1. Ilmu, yaitu mengetahui makna dan maksud dari kalimat tauhid itu, baik dalam hal menetapkan (itsbat) maupun menafikan (nafy).

2. Yakin, yaitu meyakini dengan ilmu dan iman akan makna dari kalimat tauhid.

3. Menerima dengan Hati, Lisan, juga perbuatan segala konsekuensinya.

4. Tunduk dan patuh kepada segala yang dikehendakinya.

5. Benar dalam mengatakannya. Artinya, apa yang dikatakan harus sesuai dengan hati dan pikiran yang diyakini dalam hati.

6. Ikhlas dalam melakukannya, tanpa dicampuri riya maupun penyakit hati lainnya.

7. Mencintai kalimat tauhid ini dengan segala konsekuensinya.






0

Continuar leyendo

Šta ćete raditi kada vam se žene odaju bludu...?

Resulullah sallallahu alejhi ve sellem jednom prilikom govoreći o vremenu smutnje upitao je ashabe: “Šta ćete raditi kada vam se žene odaju bludu, a omladina ogrezne u psovci i kocki.” Upitaše: “Zar može doći takvo vrijeme?” Reče: “Može i gore.” Upitaše: “A zar može doći gore?” Reče: “Može, a to je kad ne budete naređivali dobro i odvraćali od zla.” Upitaše: “Zar može doći takvo vrijeme?” Reče: “Može i gore.” Upitaše: “A zar može doći gore?” Reče: “Može, a to je kad budete dobro smatrali zlim, a ono što je zlo dobrim.” Upitaše: “Zar može doći takvo vrijeme?” Reče: “Može i gore.” Upitaše: “A zar može doći gore?” Reče: “Može, a to je kad budete naređivali zlo, a odvraćali od dobra. Tada se u tom vremenu ni vaši najučeniji neće moći snaći.”

Continuar leyendo

A Description of Hellfire : The Horrors of Hell I [part 4 of 5]

The intensity of the fire of Hell will be such that people will be willing to give up their dearest possessions to escape it:

“Indeed, those who disbelieve and die while they are disbelievers – never would the (whole) capacity of the earth in gold be accepted from one of them if he would (seek to) ransom himself with it. For those there will be a painful punishment, and they will have no helpers.” (Quran 3:91)

The Prophet of Islam (Peace be Upon Him) said:

“One of the people of Hell who found most pleasure in the life of this world will be brought forth on the Day of Resurrection and will be dipped into the Fire of Hell. Then he will be asked, ‘O son of Adam, have you ever seen anything good?’ Have you ever enjoyed any pleasure?’ He will say, ‘No, by God, O Lord.” [Saheeh Muslim]

Few moments in Hell and the person will forget all the good times they had. The Prophet of Islam (Peace be upon Him) informs us:

“On the Day of Resurrection, God will ask the one whose punishment in the Fire is lightest, ‘If you had whatsoever you wanted on earth, would you give it to save yourself?’ He will say, ‘Yes.’ God will say, ‘I wanted less than that from you when you were still in the loins of Adam, I asked you not to associate anything in worship with Me, but you insisted on associating others in worship with Me.’”[Saheeh Al-Bukhari]

The horror and intensity of the Fire is enough to make a man lose his mind. He would be willing to give up everything he holds dear to saved from it, but he never will be. Allah says:

“The criminal will wish that he could be ransomed from the punishment of that Day by his children, and his wife and his brother, and his nearest kindred who shelter him, and all – all that is on earth – so it could save him. No! Indeed, it is the Flame (of Hell), plucking out (his being) tight to the skull!” (Quran 70:11-16)

The punishments of Hell will vary in degree. The torment of some levels of Hell will be greater than others. People will be put in a level according to their deeds. The Prophet of Islam (Peace be upon Him) said:

“There are some whom the Fire will reach their ankles, others up to their knees, others up to their waists, and yet others up to their necks.”[Saheeh Muslim]

He spoke of the lightest punishment in Hell:

“The person who will receive the least punishment among the people of Hell on the Day Resurrection will be a man, a smoldering ember will be placed under the arch of his foot. His brains will boil because of it.”[Saheeh Al-Bukhari]

This person will think no one else is being punished more severely than himself, even though he will be the one receiving the lightest punishment.[Saheeh Muslim]

Many verses of the Quran speak of various levels of punishment for the people of Hell:

“The hypocrites will be in the lowest depths of the Fire.” (Quran 4:145)

“and on the Day that Judgment will be established (it will be said to the angels): Cast the people of Pharaoh into the severest penalty!” (Quran 40:46)

The Fire kindled by Allah will burn the skin of the people of Hell. The skin is the largest organ of the body and the site of sensation where the pain of burning is felt. God will replace the burnt skin with a new one to be burnt again, and this will keep on repeating:

“Indeed, those who disbelieve in Our verses – We will drive them into a Fire. Every time their skins are roasted through We will replace them with other skins so they may taste the punishment. Indeed, God is ever Exalted in Might and Wise.” (Quran 4:56)

Another punishment of Hell is melting. When super-heated water will be poured on their heads, it will melt away the internals:

“…poured upon their heads will be scalding water by which is melted that within their bellies and (their) skins.” (Quran 22:19-20)

Prophet Muhammad (Peace be Upon Him) said:

“Super-heated water will be poured onto their heads and will dissolve through it until it cuts up their innards, expelling them; until it comes out of their feet, and everything is melted. Then they will be restored as they were.”[Tirmidhi]

One of the ways Allah will humiliate the sinful in Hell is by gathering them on Judgment Day on their faces, blind, deaf, and dumb.

“and We will gather them on the Day of Resurrection (fallen) on their faces – blind, dumb and deaf. Their refuge is Hell; every time it subsides We increase them in blazing fire.” (Quran 17:97)

“And brings an evil deed — such will be flung down on their faces into the Fire, (and it will be said), ‘Are you recompensed for anything but what you used to do?’” (Quran 27:90)

“The Fire will burn their faces and they will grin therein, their lips displaced.” (Quran 23:104)

“The Day their faces will be turned over in the Fire, they will say, ‘How we wish we had obeyed God and obeyed the Messenger.’” (Quran 33:66)

Another painful punishment of unbelievers will be getting dragged on their faces into Hell. Allah says:

“Indeed, the criminals are in error and madness. The Day they are dragged into the Fire on their faces (it will be said), ‘Taste the touch of Hell.’” (Quran 54:47-48)

They will be dragged on their faces while they are tied in chains and fettered:

“Those who deny the Book (the Quran) and that with which We sent Our messengers – they are going to know, when the shackles are around their necks and the chains; they will be dragged in boiling water; then in the Fire they will be filled (with flame).” (Quran 40:70-72)

Continuar leyendo

Dakwah Islamiah : Hikmah Makan Menggunakan Tangan

Diantara sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam adalah makan dengan menggunakan tangan kanannya. Beliau memakan makanannya dengan tiga jari, lalu menjilati ketiga jari tersebut sebelum membersihkannya. Dan bila ada satu suap makanan terjatuh dari tangan Rasul, beliau tidak akan meninggalkan makanan tersebut, melainkan mengambilnya dari tanah, lalu membersihkannya dan memakannya.
Hal tersebut diatas sesuai tertuang dalam sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam "jika satu suap makanan salah seorang diantara kalian jatuh, ambillah, lalu bersihkan kotorannya, jangan biarkan untuk setan. Jangan membersihkan tangannya dengan sapu tangan, namun jilatlah jari-jarinya karena dia tidak mengetahui bagian mana dari makanannya yang mengandung keberkahan. (HR Muslim).

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam selalu makan dengan ketiga jarinya. Setelah selesai makan, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pun akan menjilati ketiga jarinya itu. (HR Muslim)

Ketika pertama kali membayangkan cara makan dengan menggunakan tiga jari itu, mungkin kita akan merasa bahwa hal itu tidak mungkin kita lakukan apalagi jika harus menjilatnya.

Sebagian orang yang bergaya hidup mewah tidak suka menjilat jari-jarinya karena menurutnya, dia merasa jijik dengan perbuatan tersebut. Padahal jika kita telah mencobanya sekali saja, lalu kita benar-benar melakukannya dengan seksama, kita akan terkagum-kagum dan merasa bingung dengan apa yang kita lakukan.

Rasulullah selalu makan menggunakan tiga jari, karena saat itu tidak menemukan hal lain selain jari yang dapat dipastikan bersih sehingga dapat dipergunakan untuk makan. Kemudian Rasulullah menjilat jari-jari karena menurutnya kita tidak tahu di bagian mana dari makanan kita yang mengandung berkah. Dengan demikian makan dengan tiga jari dan menjilatnya merupakan upaya mengikuti sunnah Rasul dan bernilai ibadah.

Tetapi Apakah tidak boleh dengan empat atau lima jari? Sebenarnya tidak harus menggunakan tiga jari saja. Makan menggunakan lebih dari tiga jari diperbolehkan jika makanan itu mengandung kuah atau sejenisnya yang tidak mungkin dimakan dengan tiga jari.

Lalu apa hikmah dari makan menggunakan jari tangan? Imam Al-Ghazali, dalam kitab Ihya’ Ulumiddinnya, menjelaskan, “Aktifitas makan itu dapat dilihat dari 4 sisi, yaitu makan dengan menggunakan satu jari dapat menghindarkan seseorang dari sifat marah, dengan dua jari akan menghindarkan dari sifat sombong, makan dengan tiga jari akan menghindarkan dari sifat lupa dan makan dengan menggunakan empat atau lima jari dapat menghindarkan dari sifat rakus.

kemudian mengapa Rasulullah menggunakan tiga jari? sesungguhnya makan menggunakan tiga jari akan membuat setiap orang dapat mengukur porsi makanan yang cocok bagi dirinya.

Ia juga dapat menjadikan setiap suap yang masuk ke dalam mulut dapat dikunyah dan bercampur dengan air liur dengan baik sehingga kita tidak akan mengalami gangguan pencernaan.

Allahumma Sholli ’ala Muhammad wa ‘ala alii Muhammad.

Continuar leyendo

ZIKIR ASMA’UL HUSNA DAN MANFAATNYA

13 Zikir Asmaul Husna

1. AR RAHMAAN = MAHA PENGASIH
Jika kita membaca Yaa Rahmaan sebanyak seratus kali, yaitu setiap usai mengerjakan shalat fardu. Dengan seizin Allah kita akan memiliki ingatan yang kuat, pengetahuan yang cemerlang, dan terhindar dari hati yang keras. Wallaahu’alam.

2. AR RAHIIM = MAHA PENYAYANG
Barangsiapa membaca Yaa Rahiim seratus kali seusai shalat subuh, dengan seizin Allah, setiap orang akan bersahabat dan baik kepadanya. Dan bila dibaca tujuh kali maka ia akan berada dalam naungan Allah. Kemudian bila setiap usai shalat fardu dibaca seratus kali maka Allah akan mengasihinya. Wallaahu’alam.

3. AL MAALIK = MAHA RAJA
Perbanyaklah membaca Yaa Maalik. Dengan seizin Allah, kita akan diberi kekuatan, kekuasaan, kebesaran, serta kepemilikan atas segala sesuatu. Orang-orang akan memberlakukan kita dengan baik dan penuh hormat. Wallaahu’alam.

4. AL QUDDUUS = MAHA SUCI
Bila Yaa Qudduus dibaca seratus kali setiap hari, dengan seizin Allah, hati orang yang membacanya akan terbebas dari rasa gundah dan gelisah. Orang yang setiap hari rutin membaca zikir ini akan mendapat kejernihan hati yang sempurna. Wallaahu’alam.

5. AS SALAAM = MAHA PEMBERI KEDAMAIAN
Apabila Yaa Salaam dibaca sebanyak 160 kali untuk orang yang sakit, dengan seizin Allah, orang yang sakit tersebut akan segera disembuhkan dari penyakitnya. Sering mengucapkan bacaan ini juga akan mendatangkan cinta dan keselamatan serta keamanan dari segala macam bencana. Wallaahu’alam.

6. AL MU’MIN = MAHA PEMBERI KEAMANAN
Barangsiapa sering membaca Yaa Mu’min, dengan seizin Allah, ia akan terbebas dari segala macam gangguan yang mungkin menghadangnya. Wallaahu’alam.

7. Al MUHAIMIN = MAHA MEMELIHARA
Barang siapa membaca Yaa Muhaimin dalam kondisi suci (wudhunya belum batal), dengan seizin allah, batinnya bakal memancarkan cahaya. Dan barang siapa melafalkan bacaan ini 125 kali, Insya Allah, hatinya akan menjadi jernih. Ia akan menemukan rahasia dan hakikat dari setiap kejadian. Wallaahu’alam.

8. AL ‘AZIIZ = MAHA PERKASA
Seseorang yang mengamalkan bacaan Yaa ‘Aziiz sebanyak empat puluh kali setiap usai shalat subuh selama empat puluh hari, dengan seizin Allah, dirinya tidak akan bergantung kepada orang lain. Dana barang siapa yang setiap hari setelah terbitnya fajar melafalkan bacaan ini 94 kali, maka Insya Allah, ia akan dianugerahi kewibawaan. Wallaahu’alam.

9. AL JABBAAR = MAHA PEMAKSA
Siapa saja yang sering membaca bacaan Yaa Jabbaar, dengan seizin Allah, ia tidak akan dipaksa oleh siapapun untuk melakukan perbuatan yang tidak ia inginkan. Ia akan terlindung dari berbagai bentuk kekerasan, kekejian, dan kekejaman. Wallaahu’alam.

10. AL MUTAKABBIR = MAHA PEMILIK SEGALA KEAGUNGAN
Orang tua yang gemar membaca Yaa Mutakabbir berulang kali, dengan seizin Allah akan diberikan kepadanya anak-anak yang saleh. Wallaahu’alam.

11. AL KHAALIQ = MAHA PENCIPTA
Barangsiapa membaca Yaa Khaaliq berulang-ulang di malam hari, Insya Allah, Allah akan menciptakan satu malaikat yang bertugas melakukan amal kebaikan untuk orang tersebut. Di hari hisab, pahala amal kebaikan sang malaikat akan diberikan kepada orang itu. Wallaahu’alam.

12. AL BAARI’ = MAHA MENGADAKAN
Perbanyaklah membaca Yaa Baari’ untuk menambah amal kebaikan kita. Wallaahu’alam.

13. AL MUSHAWWIR = MAHA PEMBENTUK
Bila seorang ibu ingin dikarunia anak, hendaknya ia berpuasa selama tujuh hari. Lalu, setiap hari ketika hendak berbuka puasa, ia membaca Yaa Khaaliq, Yaa Baari’, dan Yaa Mushawwir sebanyak 21 kali. Setelah itu meniupkannya ke dalam segelas air. Kemudian ia berbuka puasa dengan air tersebut. Maka atas izin Allah, Allah SWT akan menganugerahinya anak. Wallaahu’alam.

Continuar leyendo

Anak 12 tahun yang menggemparkan PBB

Cerita ini berbicara mengenai seorang anak yg bernama Severn Suzuki, seorang anak yg pada usia 9 tahun telah mendirikan Enviromental Children's Organization ( ECO ).

ECO sendiri adalah sebuah kelompok kecil anak yg mendedikasikan diri untuk belajar dan mengajarkan pada anak" lain mengenai masalah lingkungan. Dan mereka pun diundang menghadiri Konfrensi Lingkungan hidup PBB, dimana pada saat itu Severn yg berusia 12 Tahun memberikan sebuah pidato kuat
yg memberikan pengaruh besar ( dan membungkam ) beberapa pemimpin dunia terkemuka.

Apa yg disampaikan oleh seorang anak kecil ber-usia 12 tahun hingga bisa membuat RUANG SIDANG PBB hening, lalu saat pidatonya selesai ruang sidang penuh dengan orang terkemuka yg berdiri dan memberikan tepuk tangan yg meriah kepada anak berusia 12 tahun.

Inilah Isi pidato tersebut: (Sumber: The Collage Foundation)

Halo, nama Saya Severn Suzuki, berbicara mewakili E.C.O - Enviromental Children Organization
Kami adalah kelompok dari Kanada yg terdiri dari anak-anak berusia 12 dan 13 tahun, yang mencoba membuat perbedaan: Vanessa Suttie, Morga, Geister, Michelle Quiq dan saya sendiri. Kami menggalang dana untuk bisa datang kesini sejauh 6000 mil untuk memberitahukan pada anda sekalian orang dewasa bahwa anda harus mengubah cara anda, hari ini di sini juga. Saya tidak memiliki agenda tersembunyi. Saya menginginkan masa depan bagi diri saya saja.

Kehilangan masa depan tidaklah sama seperti kalah dalam pemilihan umum atau rugi dalam pasar saham. Saya berada di sini untuk berbicara bagi semua generasi yg akan datang.

Saya berada di sini mewakili anak-anak yg kelaparan di seluruh dunia yang tangisannya tidak lagi terdengar.

Saya berada di sini untuk berbicara bagi binatang-binatang yang sekarat yang tidak terhitung jumlahnya di seluruh planet ini karena kehilangan habitatnya. Kami tidak boleh tidak didengar.

Saya merasa takut untuk berada di bawah sinar matahari karena berlubangnya lapisan OZON. Saya merasa takut untuk bernafas karena saya tidak tahu ada bahan kimia apa yg dibawa oleh udara.

Saya sering memancing di Vancouver bersama ayah saya hingga beberapa tahun yang lalu kami
menemukan bahwa ikan-ikannya penuh dengan kanker. Dan sekarang kami mendengar bahwa binatang-binatang dan tumbuhan satu persatu mengalami kepunahan tiap harinya - hilang selamanya.

Dalam hidup saya, saya memiliki mimpi untuk melihat kumpulan besar binatang-binatang liar, hutan rimba dan hutan tropis yang penuh dengan burung dan kupu-kupu. Tetapi sekarang saya tidak tahu apakah hal-hal tersebut bahkan masih ada untuk dilihat oleh anak saya nantinya.

Apakah anda sekalian harus khawatir terhadap masalah-masalah kecil ini ketika anda sekalian masih berusia sama serperti saya sekarang? Semua ini terjadi di hadapan kita dan walaupun begitu kita masih tetap bersikap bagaikan kita masih memiliki banyak waktu dan semua pemecahannya. Saya hanyalah seorang anak kecil dan saya tidak memiliki semua pemecahannya. Tetapi saya ingin anda sekalian menyadari bahwa anda sekalian juga sama seperti saya!

Anda tidak tahu bagaimana caranya memperbaiki lubang pada lapisan ozon kita.
Anda tidak tahu bagaimana cara mengembalikan ikan-ikan salmon ke sungai asalnya.
Anda tidak tahu bagaimana caranya mengembalikan binatang-binatang yang telah punah.

Dan anda tidak dapat mengembalikan hutan-hutan seperti sediakala di tempatnya, yang sekarang hanya berupa padang pasir. Jika anda tidak tahu bagaima cara memperbaikinya. TOLONG BERHENTI MERUSAKNYA!

Disini anda adalah delegasi negara-negara anda. Pengusaha, anggota perhimpunan, wartawan atau politisi - tetapi sebenarnya anda adalah ayah dan ibu, saudara laki-laki dan saudara perempuan, paman dan bibi - dan anda semua adalah anak dari seseorang.

Saya hanyalah seorang anak kecil, namun saya tahu bahwa kita semua adalah bagian dari sebuah keluarga besar, yang beranggotakan lebih dari 5 milyar, terdiri dari 30 juta rumpun dan kita semua berbagi udara, air dan tanah di planet yang sama - perbatasan dan pemerintahan tidak akan
mengubah hal tersebut.

Saya hanyalah seorang anak kecil namun begitu saya tahu bahwa kita semua menghadapi permasalahan yang sama dan kita seharusnya bersatu untuk tujuan yang sama.

Walaupun marah, namun saya tidak buta, dan walaupun takut, saya tidak ragu untuk memberitahukan dunia apa yang saya rasakan.

Di negara saya, kami sangat banyak melakukan penyia-nyiaan. Kami membeli sesuatu dan kemudian membuangnya, beli dan kemudian buang. Walaupun begitu tetap saja negara-negara di Utara tidak akan berbagi dengan mereka yang memerlukan.

Bahkan ketika kita memiliki lebih dari cukup, kita merasa takut untukkehilangan sebagian kekayaan kita, kita takut untuk berbagi. Di Kanada kami memiliki kehidupan yang nyaman, dengan sandang, pangan dan papan yang berkecukupan - kami memiliki jam tangan, sepeda, komputer dan perlengkapan televisi.

Dua hari yang lalu di Brazil sini, kami terkejut ketika kami menghabiskan waktu dengan anak-anak yang hidup di jalanan. Dan salah satu anak tersebut memberitahukan kepada kami: " Aku berharap aku kaya, dan jika aku kaya, aku akan memberikan anak-anak jalanan makanan, pakaian dan obat-obatan, tempat tinggal, cinta dan kasih sayang " .

Jika seorang anak yang berada di jalanan dan tidak memiliki apapun, bersedia untuk berbagi, mengapa
kita yang memiliki segalanya masih begitu serakah?

Saya tidak dapat berhenti memikirkan bahwa anak-anak tersebut berusia sama dengan saya, bahwa tempat kelahiran anda dapat membuat perbedaan yang begitu besar, bahwa saya bisa saja menjadi salah satu dari anak-anak yang hidup di Favellas di Rio; saya bisa saja menjadi anak yang kelaparan di Somalia ; seorang korban perang timur tengah atau pengemis di India .

Saya hanyalah seorang anak kecil, namun saya tahu bahwa jika semua uang yang dihabiskan untuk perang dipakai untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan menemukan jawaban terhadap permasalahan alam, betapa indah jadinya dunia ini.

Di sekolah, bahkan di taman kanak-kanak, anda mengajarkan kami untuk berbuat baik. Anda mengajarkan pada kami untuk tidak berkelahi dengan orang lain, untuk mencari jalan keluar, membereskan kekacauan yang kita timbulkan; untuk tidak menyakiti makhluk hidup lain, untuk berbagi dan tidak tamak. Lalu mengapa anda kemudian melakukan hal yang anda ajarkan pada kami supaya tidak boleh dilakukan tersebut?

Jangan lupakan mengapa anda menghadiri konperensi ini, mengapa anda melakukan hal ini - kami adalah anak-anak anda semua. Anda sekalianlah yang memutuskan, dunia seperti apa yang akan kami tinggali. Orang tua seharusnya dapat memberikan kenyamanan pada anak-anak mereka dengan mengatakan, " Semuanya akan baik-baik saja, 'kami melakukan yang terbaik yang dapat kami lakukan dan ini bukanlah akhir dari segalanya.”

Tetapi saya tidak merasa bahwa anda dapat mengatakan hal tersebut kepada kami lagi. Apakah kami bahkan ada dalam daftar prioritas anda semua? Ayah saya selalu berkata, “Kamu akan selalu dikenang karena perbuatanmu,bukan oleh kata-katamu”.

Jadi, apa yang anda lakukan membuat saya menangis pada malam hari. Kalian orang dewasa
berkata bahwa kalian menyayangi kami. Saya menantang A N D A , cobalah untuk mewujudkan kata-kata tersebut.

Sekian dan terima kasih atas perhatiannya.

::
Servern Cullis-Suzuki telah membungkam satu ruang sidang Konperensi PBB, membungkam seluruh orang-orang penting dari seluruh dunia hanya dengan pidatonya. Setelah pidatonya selesai serempak seluruh orang yang hadir diruang pidato tersebut berdiri dan memberikan tepuk tangan yang meriah
kepada anak berusia 12 tahun itu.

Dan setelah itu, ketua PBB mengatakan dalam pidatonya:

"Hari ini saya merasa sangatlah malu terhadap diri saya sendiri karena saya baru saja disadarkan betapa pentingnya linkungan dan isinya disekitar kita oleh anak yang hanya berusia 12 tahun, yang maju berdiri di mimbar ini tanpa selembarpun naskah untuk berpidato. Sedangkan saya maju membawa berlembar naskah yang telah dibuat oleh asisten saya kemarin. Saya ... tidak kita semua dikalahkan oleh anak yang berusia 12 tahun "

Continuar leyendo

TIDAK AKAN MASUK NERAKA ORANG YANG MENANGIS KERANA TAKUTKAN ALLAH

Rasulullah S.A.W telah bersabda, "Bahawa tidak akan masuk neraka orang menangis kerana takut kepada Allah sehingga ada air susu kembali ke tempat asalnya."

Dalam sebuah kitab Daqa'iqul Akhbar menerangkan bahawa akan didatangkan seorang hamba pada hari kiamat nanti, dan sangat beratlah timbangan kejahatannya, dan telah diperintahkan untuk dimasukkan ke dalam neraka.
Maka salah satu daripada rambut-rambut matanya berkata, "Wahai Tuhanku, Rasul Engkau Nabi Muhammad S.A.W telah bersabda, sesiapa yang menangis kerana takut kepada Allah S.W.T, maka Allah mengharamkan matanya itu ke neraka dan sesungguhnya aku menangis kerana amat takut kepada-Mu."

Akhirnya Allah S.W.T mengampuni hamba itu dan menyelamatkannya dari api neraka dengan berkat sehelai rambut yang pernah menangis kerana takut kepada Allah S.W.T. Malaikat Jibril A.S mengumumkan, telah selamat Fulan bin Fulan sebab sehelai rambut."

Dalam sebuah kitab lain, Bidayatul-Hidayah, diceritakan bahawa pada hari kiamat nanti, akan didatangkan neraka jahanam dengan mengeluarkan suaranya, suara nyalaan api yang sangat menggerunkan, semua umat menjadi berlutut kerana kesusahan menghadapinya. Allah S.W.T berfirman yang bermaksud, "Kamu lihat (pada hari itu) setiap umat berlutut (yakni merangkak pada lututnya). Tiap-tiap umat diseru kepada buku amalannya. (Dikatakan kepadanya) Pada hari ini kamu dibalasi menurut apa-apa yang telah kau kerjakan." (Surah al-Jatsiyah ayat 28)

Sebaik sahaja mereka menghampiri neraka, mereka mendengar kegeraman api neraka dengan nyalaan apinya, dan diterangkan dalam kitab tersebut bahawa suara nyalaan api neraka itu dapat didengar sejauh 500 tahun perjalanan. Pada waktu itu, akan berkata setiap orang hingga Nabi-nabi dengan ucapan, "Diriku, diriku (selamatkanlah diriku Ya Allah) kecuali hanya seorang nabi sahaja yang akan berkata, "Umatku, umatku."
Beliau ialah junjungan besar kita Nabi Muhammad S.A.W. Pada masa itu akan keluarlah api neraka jahim seperti gunung-gunung, umat Nabi Muhammad berusaha menghalanginya dengan berkata, "Wahai api! Demi hak orang-orang yang solat, demi hak orang-orang yang ahli sedekah, demi hak orang-orang yang khusyuk, demi hak orang-orang yang berpuasa, supaya engkau kembali."

Walaupun dikata demikian, api neraka itu tetap tidak mahu kembali, lalu malaikat Jibril berkata, "Sesungguhnya api neraka itu menuju kepada umat Muhammad S.A.W"
Kemudian Jibril membawa semangkuk air dan Rasulullah meraihnya. Berkata Jibril A.S. "Wahai Rasulullah, ambillah air ini dan siramkanlah kepadanya." Lalu Baginda mengambil dan menyiramkannya pada api itu, maka padamlah api itu.
Setelah itu Rasulullah S.A.W pun bertanya kepada Jibril A.S. "Wahai Jibril, Apakah air itu?" Maka Jibril berkata, "Itulah air mata orang derhaka di kalangan umatmu yang menangis kerana takut kepada Allah S.W.T. Sekarang aku diperintahkan untuk memberikannya kepadamu agar engkau menyiramkan pada api itu." Maka padamlah api itu dengan izin Allah S.W.T.

Telah bersabda Rasulullah S.A.W, " Ya Allah anugerahilah kepada kami dua buah mata yang menangis kerana takut kepada-Mu, sebelum tidak ditemunya air mata."

Continuar leyendo

Keutamaan Rasulullah

Hadis riwayat Anas ra.:

Bahwa beberapa orang sahabat Nabi saw. bertanya secara diam-diam kepada istri-istri Nabi saw. tentang amal ibadah beliau. Lalu di antara mereka ada yang mengatakan: Aku tidak akan menikah dengan wanita.
Yang lain berkata: Aku tidak akan memakan daging.
Dan yang lain lagi mengatakan: Aku tidak akan tidur dengan alas.
Mendengar itu, Nabi saw. memuji Allah dan bersabda: Apa yang diinginkan orang-orang yang berkata begini, begini! Padahal aku sendiri salat dan tidur, berpuasa dan berbuka serta menikahi wanita!
Barang siapa yang tidak menyukai sunahku, maka ia bukan termasuk golonganku.
(Shahih Muslim No.2487)

Continuar leyendo

Les vertus du verset du Trône

Le Verset du trône

Traduction du verset du Trône

'Allah est celui hors duquel il n'y a nulle divinité , Lui le Vivant, l'Immuable par soit , Celui qui n'est pris ni par l'assouplissement ni par le sommeil. A Lui est ce qui se trouve dans les Cieux et ce qui se trouve dans la Terre ! Qui pourrait intercéder auprès de Lui sans Sa propre autorisation ? Il sait ce qui est devant eux et ce qui vient derrière eux , alors qu'ils ne comprennent rien d'autre de Sa Science que ce qu'Il veut. Son trône embrasse les Cieux et la Terre dont la préservation ne lui coûte rien , et Lui , Il est le Sublime et l'Immense !'




Les vertus du verset du Trône


l'Envoyé d'Allah ( que la Paix et les Bénédictions d'Allah soit sur lui)

a dit:


1 / ' Ô Alî, le prince des hommes est Adam, le prince des arabes est Mohammed, et je n'en tire pas vanité, le prince des persans est Salman, le prince des byzantins est Souhaib, le prince de Abyssins est Bilal , le prince des montagnes est le Sinaî, le prince des arbres est le jujubier, le prince des mois est Muharram, le prince des jours est Vendredi , le prince du Coran est le verset du Trône .Ce verset a 50 mots et chaque mots porte 50 bénédictions .'


2 / 'Toute chose a un sommet, et le sommet du Coran est la sourate de La Vache; en cette sourate il y a un verset qui est le prince des versets du Coran'


3 / ' Le verset du Trône représente le quart du Coran'


4 / 'Dans la Sourate de La Vache, il a un verset qui est le prince de versets du Coran. On ne le récite pas dans une maison dans laquelle se trouve un diable sans que ce que ce diable n'en sorte :c'est le verset du Trône '


5 / 'On ne récite pas ce verset dans une maison sans que les diables ne la fuient pendant 30 jours , et sans que ne soient empêchés d'y entrer le sorcier et la sorcière pendant 40 nuits'.


6 / 'Quand quelqu'un récite le verset de l'exabeau a la fin de toute prière, le verset récité rompt les sept cieux et y pénètre jusqu'à ce qu'Allah regarde vers le récitateur et lui pardonne .

Allah envoie alors un ange qui lui inscrit ses bonnes oeuvres, depuis cette heure jusqu'au lendemain.'


7 / ' Celui qui récite le Verset du Trône à la fin de chaque prière obligatoire, Allah le préserve jusqu'à la prière suivante. N'en observe cette récitation et n'y persiste qu'un Prophète, un fidèle sincère ou un martyr.'


8 / ' Celui qui récite le Verset du Trône à la fin de chaque prière , Allah lui confère le cœur des remerciants , les oeuvres des sincères et la récompense des Prophètes; et lui accorde largement Sa Miséricorde ;il ne sera séparée de l'entrée au Paradis que par la mort; dès qu'il mourra, il entrera au Paradis '.



9 / ' Celui qui récite le verset du Trône au moment où il se couche, Allah le garantît quant à soi-même, quant à son voisin et au voisin du voisin, ainsi qu'aux maisons alentour.'


10 / ' Tout serviteur de ma Communauté qui, au réveil le jour du Vendredi, récite le verset du Trône 12 fois, et ensuite fait son ablution et fait 2 rak'ates, Allah le préservera du mal du Chaytan (Satan) et du mal du sultan (l'autorité) et il sera comme celui qui aura récité 3 fois le Coran; le Jour de la Résurrection , il sera coiffé d'une couronne de lumière qui répandra son éclat sur les gens convoqués. Celui qui récite ce verset au début de la nuit n'est pas atteint par le Shaytan, de même que celui qui le récite au début du jour, le Chef des Anges vient à lui, obéissant, pour comprendre le dévoilement (kachf) du Verset du Trône .'



Le Verset du Trône fait très fréquemment partie des nombreuses invocations ou prières surérogatoires recommandées pour chaque jour ou à l'occasion de moments particuliers de l'année. Parmi ces pratiques sunna , nous en citerons une qui, à elle seule, cumule plusieurs vertus précédemment citées et dont le mérite montre combien la générosité d'Allah est grande.

L'Envoyé d'Allah ( qu'Allah prie sur lui et le salue) dit à Fatimah:

'Il n'y a pas de croyant ni de croyante qui , disant ( immédiatement) après le witr:

'Glorieux! Sanctissime ! Notre Seigneur des anges et de l'Esprit !' 3 fois.


puis se prosternant et disant dans leur prosternation :

'Glorieux! Sanctissime ! Notre Seigneur des anges et de l'Esprit !' 5 fois.

ensuite relevant leur tête et récitant :

- le verset du Trône , 1 fois

- 'Glorieux! Sanctissime ! Notre Seigneur des anges et de l'Esprit !' 3 fois.


ne se lèvent de leur place , j'en jure par Celui dans la main duquel se trouve l'âme de Muhammad , sans qu'Allah leur pardonne et leur accorde le prix de 100 pèlerinages et de 100 Umrah, la récompense des martyrs , et leur renvoie 1000 anges pour inscrire leurs bonnes oeuvres ; c'est également comme s'ils avaient affranchi 100 esclaves ; aussi Allah satisfera-t-il leur demande , et l'être sera autorisé à intercéder pour 70 d'entre les gens du Feu , et quand il mourra, il mourra martyr''.


Il est probablement utile d'expliquer un peu le sens de cette promesse de 'mourir martyr'. Martyr est la traduction exacte du mot 'Chahid'. La racine grecque du mot 'Martyr' , comme la racine arabe de 'Chahid', signifie 'témoin' , qui est le témoignage de l'Unicité Divine.


Un martyr est celui qui parvient à témoigner de sa Foi jusque dans l'instant suprême de sa vie ; à faire 'preuve' de sa Foi jusque dans sa mort. C'est pourquoi ceux qui meurent en guerre sainte , au nom de leur Foi, sont appelés des martyrs;


Le but des efforts constants est de sauver notre Foi des attaque du Shaytan (satan) et de l'emporter intacte en l'affirmant inébranlablement au moment de notre mort : là est la victoire ! La promesse d'Allah nous donnant l'assurance de 'mourir martyr' et donc la plus merveilleuse des faveurs , car il faut bien se rappeler ce hadith de première importance :

'Les oeuvres se jugent d'après la dernière ! '

Continuar leyendo

quelque invocation a apprendre

Quelques invocations à apprendre :



- Quand tu te réveille :

"Al-hamdu li-l-lâhi l-ladhî ahyânâ bahda mâ amâtanâ wa ilayhi n-nushûr."
"Louange à Allah qui nous a rendus à la vie après nous avoir fait mourir, et tout retourne à Lui "

- Avant de dormir :

"Allahoumma bismika amoutou wa ahya."
"O Allah ! En Ton Nom je vis et je meurs."
Réciter Ayatul Qursi (Le Verset du Trône)

- Après les ablutions :

"Ash-hadu an lâ ilâha illa l-lâhu, wahdahu lâ sharîka lahu, wa ash-hadu anna Muhammadan habûhu wa rasûluhu."
"J'atteste qu'il n'y a point de divinité qu'Allah l'Unique qui n'a point d'associé et j'atteste que Muhammad est Son serviteur et Son Messager."

- En entrant chez toi :

"Bismi l-lâhi walajnâ, wa bismi l-lâhi kharajnâ, wa halâ l-lâhi tawakkalnâ."
"Au nom d'Allah nous entrons et au nom d'Allah nous sortons et en Allah nous plaçons notre confiance."

- En sortant de chez toi :

"Bismi l-lâhi, tawakkaltu halâ l-lâhi, wa lâ hawla wa lâ quwwata illâ bi-l-lâhi."
"Au nom d'Allah, je m'en remets à Allah, il n'y a de force et de puissance que par Allah."

- Quand tu as des soucis ou que tu es triste :

"Allâhumma innî ahûdhu bika mina-l-hammi wa-l-hazani, wa-l-hajzi wa-l-kasali, wa-l-bukhli wa-l-jubni, wa dalahi d-dayni wa ghalabati r-rijâl."
"Ô Seigneur! Je me mets sous Ta protection contre les soucis et la tristesse, contre l'incapacité et la paresse, contre l'avarice et la lâcheté, contre le poids de la dette et la domination des hommes."

- Lorsque l'on rencontre une difficulté :

"Allâhumma lâ sahla illâ mâ jahaltahu sahlan, wa anta tajhalu-l-hazana idhâ shi'ta sahlan."
"Ô Seigneur ! Il n'y a de chose facile que ce que Tu rends facile et si Tu le veux, Tu peux rendre la chose difficile facile."

- Après avoir manger :

"Al hamdu li-l-lâhi ladhî athamanî hâdhâ wa razaqanîhi min ghayrin hawlin minnî wa lâ quwwatin."
"Louange à Allah Qui m'a accordé cette nourriture et me l'a octroyé sans pouvoir ni force de ma part."

- Quand tu as mal quelque part :

Poser sa main sur l'endroit ou la partie douloureuse et dire :
"Bismillah" (3 fois) "A'oudhou bi-Allah wa qoudratihi min shari ma ajidou wa ouhadir"(7 fois).
"Au Nom d'Allah" "Je demande la protection d'Allah par sa puissance ! Contre le mal que je rencontre et que j'appréhende" .

- Après une discussion :

"Sobhanak Allahouma wa bihamdika, ach-hadou ane la ilaha illa ante, astaghfirouka wa atoubou ilayk."
"Gloire et Louange à Toi, notre Seigneur, je témoigne qu'il n'y a de Dieu que Toi, je te demande pardon et je me repens."

« Celui qui dira : Gloire et Louange à Toi, notre Seigneur..." lors d'une réunion où l'on évoque Dieu, celle ci sera enregistrée comme telle. Celui qui le dira après une réunion où règne les discussions inutiles, celles ci seront effacées.»
[Jabir ibn Mâtam, Nissaï, Tabarani et Al Hakem]


- Après la prière :

"Astaghfiru l-lâha (3 fois). Allâhumma anta s-salâmu wa minka s-salâmu, tabârakta yâ dhâ-l-jalâli wa-l-ikrâm."
"Je demande pardon à Allah [trois fois]. Ô Seigneur ! Tu es la Paix et la paix vient de Toi. Béni sois-Tu, ô Digne de glorification et de munificence."

"Allahumma inni a3udhu bika min 3adhabi l-qabr, wa min 3adhabi Nnar, wa min fitnati l-mahya wal-mamat, wa min fitnati Masihi-Ddajjal."
« Grand Dieu!Je me réfugie auprès de Toi contre le tourment de la tombe, le châtiment de l'Enfer, des tentations de la vie et de la mort, et de la tentation de l'Antéchrist. »

"Allâhoumma innî alâ dhikrika, wa shukrika, wu husni ibâdatik."
"Ô Seigneur ! Aide-moi à T'invoquer, à Te remercier et à T'adorer de la meilleure manière."

"Rabana fi dounia hassanatane, wa fil akhrirati hassanatane,wa qina adaba-nar."
"Seigneur ! Fais-nous prospérer en cette vie et dans l'au-delà et préserve nous du supplice de l'enfer."

"Allâhoumma innî as'aluka-l-jannata wa acûdhu bika mina n-nar."
"Ô Seigneur ! Je te demande le Paradis et je me mets sous Ta protection contre l'Enfer."

"Allahoumma ghfir li wa li walidaya wa li l-mou'minina wa l-mou'minat ."
"Ô Allah pardonne-moi ainsi qu'à ma famille et aux croyants et aux croyantes."

"Astaghfirou l-Laha l-ladhi la 'ilaha 'il-la houwa l-Hayyou l-Qayyoumou wa 'atoubou 'ilayh."
"Je demande pardon à Allah, celui qui n'a pas d'associer, le Vivant, le Subsistant, et je me repent vers Lui."

Réciter Ayatul Qursi (Le Verset du Trône)

Continuar leyendo

La MEDISANCE

Jamila Bent Mohamed 8 janvier, à 19:47
La médisance est un fléau largement répandu chez les gens d’aujourd’hui. Ainsi entreprend-t-on de parler de son frère et d’évoquer quelque aspect de sa moralité, de son caractère, de ses actes ou de son comportement qu’il répugnerait voir mis à jour. Et vous pourrez constater que le plus grand souci de ce genre d’individus est de discuter et d’exposer les défauts d’autrui dans les assemblées auxquelles ils participent. Comme s’ils avaient été mandatés afin de les diffuser et de traquer les imperfections des musulmans !! Que ces malheureux sachent donc que celui qui se comporte de la sorte vis-à-vis de son frère verra Allah agir ainsi envers lui, auquel cas Il le démasquera fut-ce au sein de sa propre demeure. Qu’ils sachent également que celui qui s’obsède à adopter une telle atttude vis-à-vis d’autrui verra Allah lui assigner une personne qui répandra ses défauts et traquera ses imperfections.

Or, s’ils s’attachaient à examiner soigneusement leurs propres personnes, ils s’apercevraient que d’entre tous, ils sont les pires en termes de défauts, de moralité et de confiance. Et quand bien même leur seule obsession consistait à employer leur langue à l’encontre des serviteurs d’Allah, cela serait suffisant. De tels individus sont assurément une source de malheur, que ce soit pour eux ou pour leurs compagnons. Pour eux, car ils conduisent leur âme au mal et à l’injustice. Pour leurs compagnons, car lorsque ceux-ci ne leur déconseillent pas cette attitude, ils deviennent leurs associés dans le péché.

Ô vous qui êtes soumis à Allah ! Votre Seigneur vous a proscrit la médisance. Craignez donc ce péché ! Craignez donc ce péché ! Craignez donc la médisance car elle équivaut à manger la chair des gens. Allah en a en effet donné l’image la plus laide qui soit en la comparant au fait de manger la chair de son frère mort. Connaissez-vous chose plus affreuse et plus abominable que l’attitude d’une personne qui s’asseirait à côté de son frère, mort, et découperait sa dépouille morceau par morceau pour ensuite le manger ? Connaissez-vous ne serait-ce qu’une personne qui soit capable de supporter cela ? [Certes non], si ce n’est celle qui médit sur autrui et à propos de qui Allah dit :

« Ne médisez pas les uns des autres. L’un de vous aimerait-il manger la chair de son frère mort ? [Assurément non], vous en auriez horreur. Et craignez Allah... » [1]

Par ailleurs, certaines traditions (âthars) rapportent que le jour de la résurrection, on présentera à celui qui a médit sur son frère le cadavre de ce dernier et on lui imposera de le manger en lui disant : « Mange-le, mort, comme tu l’as mangé vivant. »

Ô vous qui êtes soumis à Allah ! La médisance est assurément quelque chose d’extrêmement grave et dangereux. Si on mélangeait la parole que l’un de vous prononçait pour mettre en évidence les défauts de son frère à l’eau de la mer, elle en changerait le goût. Craignez donc Allah, chèrs frères ; un hadith rapporte en effet que le Prophète ; « ...passa devant des gens qui avaient des ongles en cuivre avec lesquels ils s’écorchaient le visage et la poitrine. Il dit alors : « Ô Jibril ! Qui sont ces gens ? » Et celui-ci de répondre : « Ce sont ceux qui mangeaient la chair des hommes et s’attaquaient à leur honneur. » »

Continuar leyendo

A Description of Hellfire: Its Food and Drink [part 3 of 5]

Its Heat
Allah says:

“And the companions of the left – what are the companions of the left? (They will be) in scorching fire and scalding water and a shade of black smoke, neither cool nor beneficial.” (Quran 56:41-44)

Everything people use to cool down in this world – air, water, shade – will be useless in Hell. The air of Hell will be hot wind and the water will be boiling. The shade will not be comforting or cooling, the shade in Hell will be the shadow of black smoke as mentioned in the verse:

“And shadow of black smoke.” (Quran 56:43)

In another place, Allah says:

“But he whose balance (of good deeds) will be light, will have his home in a (bottomless) pit. And what will explain to you what this is? (It is) a Fire blazing fiercely.” (Quran 101:8-11)

Allah describes how the shade of Hell’s smoke will rise above the Fire. The smoke that rises from Hell will be divided into three columns. Its shade will neither cool nor offer any protection from the raging Fire. The flying sparks will be like huge castles similar to string of marching yellow camels:

“Proceed to a shadow (of smoke) having three columns (but having) no cool shade and availing not against the flame. Indeed, it throws sparks (as huge) as a fortress, as if they were yellow camels (marching swiftly).” (Quran 77:30-33)

The Fire consumes everything, leaving nothing untouched. It burns skin reaching all the way to the bones, melting the contents of the stomach, leaping up to the hearts, and exposing the vital organs. Allah speaks of the intensity and affect of the Fire:

“I will drive him into Hellfire. And what can make you know what is Hellfire? It lets nothing remain and leaves nothing (unburned), altering the skins.” (Quran 74:26-29)

The Prophet of Islam (peace be upon Him) said:

“Fire as we know it is one seventieth part of the Fire of Hell. Someone said, ‘O Messenger of God, it is enough as it is!’ He said, ‘It is as if sixty-nine equal portions were added to fire as we know it.’” (Saheeh Al-Bukhari)

The Fire never extinguishes:

“So taste you (the results of your evil deeds). No increase shall We give you except in torment.” (Quran 78:30)

“…Whenever it abates, We shall increase for them the fierceness of the Fire.” (Quran 17:97)

The torment will never be reduced and the unbelievers will not have any break:

“…Their torment shall not be lightened nor shall they be helped.” (Quran 2:86)

The Food of its Inhabitants
The food of the people of Hell is described in the Quran. Allah says:

“No food will there be for them except from a bitter, thorny plant which neither nourishes nor avails against hunger.” (Quran 88:6-7)

The food will neither nourish nor taste good. It will only serve as a punishment to the people of Hell. In other passages, Allah describes the tree of zaqqum, a special food of Hell. Zaqqum is a repulsive tree, its roots go deep into the bottom of Hell, its branches stretching all over. Its ugly fruit is like the heads of the devils. He says:

“Indeed, the tree of zaqqum is food for the sinful, like murky oil, it boils within bellies, like the boiling of scalding water.” (Quran 44:43-46)

“Is that (Paradise) better as hospitality or the tree of zaqqum? Indeed, We have made it a torment for the wrongdoers. Indeed, it is a tree issuing from the bottom of the Hellfire, its emerging fruit as if it was heads of the devils. And, indeed, they will eat from it and fill with it their bellies. Then, indeed, they will have after it a mixture of scalding water. Then, indeed, their return will be to the Hellfire.” (Quran 37:62-68)

“Then indeed you, O those astray (who are) deniers, will be eating from trees of zaqqum and filling with it your bellies, and drinking on top of it from scalding water, and will drink as the drinking of thirsty camels. That is their hospitality on the Day of Recompense.” (Quran 56:51-56)

People of Hell will get so hungry that they will eat from the obnoxious tree of zaqqum. When they will fill their bellies with it, it will start to churn like boiling oil causing immense suffering. At that point they will rush to drink extremely hot water. They will drink it like thirsty camels, yet it will never quench their thirst. Rather their internals will be torn. Allah says:

“…They will be given to drink boiling water, so that it cuts up their bowels (to pieces).” (Quran 47:15)

The thorny bushes and zaqqum will choke them and stick in their throats because of their foulness:

“Surely, with us are fetters (to bind them) and a ranging Fire (to burn them), and a food that chokes and a penalty grievous.” (Quran 73:12-13)

The Prophet of Islam (Peace be upon Him) said:

“If a drop from zaqqum were to land in this world, the people of earth and all their means of sustenance would rot. So how must it be for one who must eat it?” (Tirmidhi)

Another food served to the people of Hell will be festering puss that oozes out of their skin, the discharge that flows from the private parts of adulterers and the decaying skin and flesh of those being burnt. It is the “juice” of the people of Hell. Allah says:

“So no friend has he here this Day, nor has he any food except filth from the washing of wounds which none do eat but those in sin.” (Quran 69:35-37)

“This – so let them taste it – is scalding water and (foul) purulence. And other (punishments) of its type (in various) kinds.” (Quran 38:57-58)

Lastly, some sinners will be fed fire from Hell as a punishment. Allah says:

“Indeed, those who devour the property of orphans unjustly are only consuming into their bellies fire.” (Quran 4:10)

“Indeed, they who conceal what God has sent down of the Book and exchange it for a small price – those consume not into their bellies except the Fire.” (Quran 2:174)

Its Drink

Allah tells in the Quran about the drink of people of Hell:

“They will be given to drink boiling water, so that it cuts up their bowels (to pieces).” (Quran 47:15)

“…And if they call for relief, they will be relieved with water like murky oil, which scalds (their) faces. Wretched is the drink, and evil is the resting place.” (Quran 18:29)

“Before him is Hell, and he will be given a drink of purulent water. He will gulp it but will hardly (be able to) swallow it. And death will come to him from everywhere, but he is not to die. And before him is a massive punishment.” (Quran 14:16-17)

“A boiling fluid and fluid dark, murky, intensely cold.” (Quran 38:57)

The types of drink people of Hell will get to drink are as follows:

· Extremely hot water as Allah says:

“They will go around between it and scalding water, heated (to the utmost degree).” (Quran 55:44)

“They will be given drink from a boiling spring.” (Quran 88:5)

· Flowing puss from the flesh and skin of an unbeliever. The Prophet (Peace be Upon Him) said:

“Anyone who drinks intoxicants will be made to drink the mud of khabal. They asked, ‘O Messenger of God, what is the mud of khabal?’ He said, ‘The sweat of the people of Hell’ or the ‘juice of the people of Hell.’” (Saheeh Muslim)

A drink like boiling oil described by the Prophet (Peace be upon him) as:

“It is like boiling oil, when it is brought near a person’s face, the skin of the face falls off into it.” (Musnad Ahmad, Tirmidhi)
----------------------------------------------------------------------------------

Continuar leyendo

Keutamaan Surat Al-Ikhlas

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ‏

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ. اللَّهُ الصَّمَدُ. لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ. وَلَمْ يَكُنْ لَّهُ كفُواً أَحَدٌ

Bismillâhir Rahmânir Rahîm
Qul huwallâhu ahad. Allâhushshamad. Lam yalid wa lam yûlad. Walam yakun lahu kufuwan ahad
Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia".
Keutamaan surat Al-Ikhlash
1. Rasulullah SAW bersabda: ...”Barangsiapa yang membaca surat Al-Ikhlash tiga kali, ia seperti membaca seluruh Al-Qur’an.” (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 5: 702).
2. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang melewati kuburan dan membaca surat Al-Ikhlash sebelas kali, kemudian ia menghadiahkan pahalanya kepada penghuni kubur, Allah SWT memberikan pahala padanya sejumlah penghuni kubur.” (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 5: 702).
3. Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata: “Barangsiapa yang membaca surat Al-Ikhlash sebelas kali sesudah shalat Subuh, maka pada hari itu ia tidak akan ditakutkan oleh dosa walaupun setan berusaha keras untuk menggodanya.” (Mafatihul Jinan: 77).
4. Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata: “Aku mimpi melihat Hidhir (as) pada malam besoknya perang Badar. Aku berkata padanya: ajarkan padaku sesuatu yang dapat menolongku dari musuh-musuhku. Hidhir (as) berkata: bacalah: Yâ Huwa yâ Man lâ huwa illâ Huwa. Pagi harinya aku ceritakan kepada Rasulullah SAW. Kemudian beliau bersabda: “Wahai Ali, engkau telah mengetahui Ismul A’zham (nama Allah yang paling agung).” Kemudian Ismul A’zham itu mengalir di lisanku pada hari perang Badar. Perawi hadis ini mengatakan: Imam Ali (sa) membaca surat Al-Ikhlash kemudian membaca:

يَا هُوَ يَا مَنْ لاَ هُوَ اِلاَّ هُوَ، اِغْفِرْلِي وَانْصُرْنِي عَلَى الْكَافِرِيْنَ

Yâ Huwa yâ Man lâ huwa illâ Huwa, ighfirlî wanshurnî ‘alal kâfirîn.
Wahai Dia yang tiada dia kecuali Dia, ampuni aku dan tolonglah aku menghadapi orang-orang kafir. (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 5: 700)
5. Imam Ja`far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan tinggalkan membaca surat Al-Ikhlash sesudah shalat fardhu, karena orang yang membacanya Allah akan menggabungkan baginya kebaikan dunia dan akhirat, mengampuni dosanya dan dosa kedua orang tuanya serta dosa anaknya”. (Mafatihul Jinan 478)
6. Imam Musa Al-Kazhim (sa)1) berkata: “Sangatlah banyak keutamaan bagi anak kecil jika dibacakan padanya surat Al-Falaq (3 kali), surat An-Nas (3 kali), dan surat Al-Ikhlash (100 kali), jika tidak mampu (50 kali). Jika dengan bacaan itu ia ingin mendapat penjagaan, ia akan terjaga sampai hari wafatnya.” (Mafatihul Jinan: 479)
__________
1) Imam Musa Al-Kazhim (sa) adalah putera Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husein bin Fatimah puteri Rasulullah SAW.

Wassalam
Syamsuri Rifai

Continuar leyendo

Doa Membuka pintu rezeki

Sebagaimana kita imani dan kita yakini bahwa Allah swt telah menjamin rejeki semua hamba-Nya. Hanya saja perlu kita ketahui juga bahwa di pintu rejeki itu ada hijab-hijab yang mesti kita robek. Bagaimana caranya? Tentu Allah swt telah mengajarkan kepada Rasul-Nya. Sebagai tambahan ilmu, rejeki itu ada dua macam. Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata bahwa rejeki itu ada dua macam: Rejeki yang datang dan rejeki yang mesti didatangi.

Berikut ini di antara tip-tip untuk menembus hijab pintu rejeki:
Pertama: Melakukan shalat taubat (shalat Istighfar) setiap hari atau malam hari.
Shalat ini bermanfaat untuk menghilangkan kegelisahan hati dan kekusutan pikiran. Shalat ini dapat membus hijab pintu rejeki yang sulit ditembus.

Dalam kitab Mafâtihul Jinân disebutkan: “Jika Anda merasa sempit hidupnya, dan sulit menemukan solusi dalam persoalan yang Anda hadapi, maka jangan tinggalkan shalat ini.” Shalat ini diajarkan oleh Rasulullah saw dan Ahlul baitnya (sa). Caranya sebagai berikut:

Lakukan shalat dua rakaat, dengan niat memohon ampunan Allah swt. Setiap rakaat sesudah surat Fatihah membaca surat Al-Qadar. Sesudah membaca surat Al-Qadar membaca Istighfar (15 kali), yaitu

اَسْـتَغْفِرُاللهَ

Astaghfirullâh
Aku mohon ampun kepada Allah

Bacaan Istighfar ini juga dibaca 10 kali sesudah bacaan dalam setiap gerakan shalat yakni dalam: ruku’, i’tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, duduk sebelum berdiri, dan sebelum tasyahhud (tahiyyat) dalam rakaat terakhir. Sehingga dalam dua rakaat jumlah bacaan Istighfar = 150.

Kedua: Sesudah salam (selesai) dari shalat Istighfar, membaca Istighfar, yaitu Astaghfirullâh, sebanyak 71 kali. Saat membaca Istighfar usahakan benar-benar khusuk dan memfokuskan pikiran dan hati. Kalau belum bisa khusuk dan focus coba pejamkan mata.

Khusuk dan memfokuskan pikiran dan hati sangat penting, sangat berpengaruh pada apa yang kita mohon kepada Allah swt . Di antara tanda-tanda khusuk dan focus adalah tidak paham terhadap apa yang didengar oleh telinga saat berzikir dan berdoa. Dengan khusuk dan fokus dapat meneteskan air mata. Inilah di antara tanda-tanda hati yang khusuk dan pikiran yang fokus.

Ketiga: Sesudah membaca Istighfar 71 kali tersebut membaca salah satu Asma Allah yang maknanya berkait langsung dengan hajat. Misalnya untuk rejeki: Ya Allâh, yâ Razzâq (wahai Yang Maha Memberi rejeki), yâ Mughnî (wahai Yang Maha Memberi kekayaan). Jumlahnya sesuai dengan kemampuan Anda.

Keempat: Sujud, dan sampaikan hajat kepada Allah swt dengan bahasa yang Anda pahami sehingga benar-benar menyentuh hati Anda.

Kelima: Membaca doa Hajat dan Rejeki

Continuar leyendo

The wife that pushes her husband towards ill-gotten gains

Before we stop at these scenes to be continued, if Allah wills, in the next
book about the Day of Judgment we wish to present the picture of the
wife who pushes her husband towards corruption.
Many wives overburden their husbands with their demands. They refuse
to live within the limits of their husbands’ salary or income. They
persistently beset the husbands with requests beyond their capability. To
please his wife, the husband resorts to ill-gotten gains. Consequently, he
takes bribes, steal, embezzles money, cheat and tries to obtain money, by
all illicit ways, in order to please his wife and realize her wishes.
Such a wife will bear the greater burden of sin and will be brought
together with her husband for Judgment. This wife who incited her
husband to steal, and the husband who weakened and could have
refused. He could have separated from his wife who urged him to disobey
Allah.
We have reached the end of this book about the Day of Resurrection. We
have discussed in it the meaning of day, life and death, what shall
precede Resurrection, the life of Barzakh, the Land of Promise, then we
tackled some of the scenes of the Day of Judgment.
If Allah wills, we shall continue the discussion in the next book about
Judgment, how it shall proceed and about Paradise and Hellfire.

Continuar leyendo

Muslims say that the Qur'an is a Miracle. What is so miraculous about a book?

The power of religion that attract the followers is that it's Allahs words to the man kind.
How can we know is it really the words of Allah or maybe it's a human?

Previous Prophets performed miracles to prove that their message was not their own but Allah's message. In the case of the Qur'an, the message itself is the miracle.

Prophet Muhammad, on whom be peace, did not know how to read or write. Yet the Qur'an which was being revealed to him was (and still is) the highest pinnacle of literary beauty and excellence in the Arabic Language. It was beyond the ability of the Prophet (PBUH) to produce this book. And Allah declares that it is beyond the ability of all of humankind and spirit-kind to produce a book like the Qur'an.

The Qur'an was revealed piece by piece over a period of twenty-three years. During this time, Allah challenged humankind four times to produce a book like the Qur'an, and they couldn't do it. When the Prophet (PBUH) and his followers were being persecuted in Mecca, Allah showed the persecutors a simple way by which they can wipe out the message of the Qur'an. Allah stated that this book cannot be produced by men or spirit creatures. Obviously, if they pooled together their abilities and composed a book like the Qur'an they would have proved the Qur'an to be false in its claim. But they couldn't.
And here is what the Qur'an claims:

Say: If the whole of mankind and Jinns were to gather together to produce the like of this Qur'an they could not produce the like thereof, even if they backed up each other with help and support (Qur'an 17:88).

Although people ardently wished to block the message of the Qur'an and they tried every thing they could to stifle it, yet they did not try this obvious strategy. Why? Because it cannot be done. So Allah reduced the challenge for them: never mind the whole book; produce just ten chapters if you can. This challenge is mentioned in Surah 11:13 in the Qur'an:

Or they may say, "He forged it," Say, "Bring ye then ten suras forged, like unto it, and call (to your aid) whomsoever ye can, other than Allah!- If ye speak the truth! (Quran 11:13)

Again they couldn't do it. And they were the literary giants of their day. They held fairs to promote their own literary masterpieces. They hung their prized compositions on the door of the house of pilgrimage for all to see. But they could not match the stunning verses of the Qur'an.

God reduced the challenge further still (see Qur'an 10:38).
If they cannot produce ten chapters then how about one chapter? Just one!

Or do they say, "He forged it"? say: "Bring then a Sura like unto it, and call (to your aid) anyone you can besides Allah, if it be ye speak the truth! " (Quran 10:38)

And they couldn't do it, so they eventually pulled down their proud exhibits from where they were hung. The Qur'an had proved its point: this is no man-made book.

Yet they tried everything to banish the Qur'an from the face of the earth. They even made an attempt on the life of the prophet. He fled to Madinah, another city. And there the Qur'an kept coming to him piece by piece. The challenge was repeated yet again. This time Allah reduced the emphasis as if to say, okay you couldn't produce a chapter like it; now produce a chapter even remotely like it.

If you have any doubt regarding what we revealed to our servant, then produce one sura like these, and call upon your own witnesses against GOD, if you are truthful. (Quran 2:23)

This challenge is mentioned in the Qur'an in chapter 2, verse 23. They failed again. And the world has failed since. The challenge is still there in the Qur'an, and everyone who disbelieves the Qur'an can still pool together their abilities and resources to try and produce one like it. But they cannot.

Isn't this an awesome miracle?

Remember us in your prayers.

Continuar leyendo

If Allah is loving, kind, and merciful, why would He punish anyone in Hell?

Question:
If Allah is loving, kind, and merciful, why would He punish anyone in Hell?

Answer:

Due to a slight misunderstanding, many people see this as an unresolvable contradiction. This question has troubled them to the point of driving them away from religion altogether. The misunderstanding begins with the assumption that Allah loves everyone, even sinners. Then it becomes difficult to explain why Allah would punish sinners. Some people attempt to explain their way around this by saying that Allah loves the sinner but hates the sin. This explanation would have been good enough if Allah would punish the sin and save the sinner. Instead, Allah will punish the sinner, so the problem remains.

To survey the problem a little further, consider the following quote from Matthew's Gospel: You have heard that it was said, 'Love your neighbor and hate your enemy.' But I tell you: Love your enemies . . . (Matthew 5:43-44).

Now, this passage indicates that it is a good thing to love one's enemies. It follows, then, that Allah, being infinitely good, must love His enemies too. But then, why would He punish them? Why, for example, would Allah torment some of His creatures day and night for ever and ever in a lake of burning fire, when He loves them.

The Qur'an resolves this problem by indicating quite clearly that although Allah is full of loving kindness He does not love sinners who refuse to change. We know from the Qur'an that Allah does not like the following categories of people:

� mischief makers
� treacherous ingrates
� proud people
� prodigals
� rejecters of Allah's message.

It presents, therefore, no difficulty in the mind of a Muslim if Allah punishes such people. On the other hand, it makes more sense that Allah will not treat the good and bad in the same manner. Therefore we must all try our best to do what pleases Allah, and seek His forgiveness for our failings. The Qur'an tells us that Allah loves the following categories of people:

� those who do good
� those who repent for their sins
� those who keep themselves clean
� those who fulfil their pledges and are conscious of Allah
� those who are steadfast on the right path
� those who trust in Allah.

Let us therefore ask Allah to make us deserving of His infinite love.
Ameen.

Remember us in your prayers.
~ Hamza Majid ~

Continuar leyendo

GRATITUDE and Ibadah!

Allâh tells us: “Then remember Me; I will remember you. Be grateful to Me, and do not reject Me” (al-Baqarah 2:152).

And He has told us that only those who are grateful to Him truly worship Him: “... and be grateful to Allâh, if it is Him you worship” (al-Baqarah 2:172)

Allâh has mentioned gratitude alongside îmân, and has made it clear that He gains nothing from punishing His people if they give thanks to Him and believe in Him:
“What can Allâh gain by your punishment, if you are grateful and you believe?...” (an-Nisâ’ 4:147)

In other words: if you carry out the duties for which you were created, namely gratitude and îmân, why should Allâh punish you?

Allâh has divided people into two categories, the people of gratitude (shukr) and the people of ingratitude (kufr). The thing most disliked by Him is kufr and the people of kufr, the thing most liked by Him is gratitude and the people of gratitude: “We showed him (i.e. man) the way: whether he be grateful or ungrateful (rests on his will).”(al-Insân 76:3)

According to the Qur’ân, the Prophet Sulaymân (AS) said:
“... This is by the grace of my Lord! - to test me whether I am grateful or ungrateful! And if any is grateful, truly his gratitude is (a gain) for his own soul; but if any is ungrateful, truly my Lord is free of all needs, Supreme in honour!” (an- Naml 27: 40)

And Allâh said:
“And remember! your Lord caused to be declared (publicly): ‘If you are grateful, I will add more (favours) unto you; but if you show ingratitude, truly My punishment is terrible indeed’” (Ibrâhîm 14:7).

“If you reject (Allâh), truly Allâh has no need of you; but He likes not ingratitude from His slaves: if you are grateful, He is pleased with you...” (az-Zumar 39:7).

There are many âyât in the Qur’ân where Allâh makes a contrast between gratitude (shukr) and ingratitude (kufr). For example:
“Muhammad is no more than a Messenger: many were the Messengers that passed away before him. If he died or were slain, will you then turn back on your heels? If any did turn back on his heels, not the least harm will he do to Allâh, but Allâh (on the other hand) will swiftly reward those who (serve Him) with gratitude” (Āl ‘Imrân 3:144).

The rewards of gratitude

The reward of gratitude is unlimited:
“ ...If you are grateful, I will add more (favours) unto you...” (Ibrâhîm 14:7)

In contrast, other rewards and divine favours are conditional upon His will, for example,

relief from poverty:
“... but if you fear poverty, soon will Allâh enrich you, if He wills...” (at-Tawbah 9:28)

answering prayers:
“Nay – on Him would you call, and if it be His Will, He would remove (the distress) which occasioned your call upon Him...” (al-An‘âm 6:41).

rizq (sustenance, provision):
“... He gives Sustenance to whom He pleases” (ash-Shura 42:19).

forgiveness:
“... He forgives whom He wills, and He punishes whom He wills…” (al-Fath 48:14).

Divine mercy:
“Again will Allâh, after this, turn (in mercy) to whom He will...” (at-Tawbah 9:27).

But Allâh has made the reward for gratitude free from any conditions, as in:
“... And swiftly shall We reward those that (serve Us with) gratitude” (Āl ‘Imrân
3:145).

“But Allâh will swiftly reward those who (serve Him) with gratitude” (Āl ‘Imrân 3:144).

Iblîs and gratitude

When the enemy of Allâh realized the virtue of gratitude, he made his main aim to keep people away from it:
“‘Then will I assault them from before them and behind them, from their right and their left: nor will You find, in most of them, gratitude (for Your mercies).’” (alĀ‘ râf 7:17)

Allâh has described the people of gratitude as being very few:
“... But few of My slaves are grateful!” (Sabâ’ 43:13).

Gratitude and ‘ibâdah

Allâh explained in the Qur’ân that the only people who truly worship Him are those who give thanks (gratitude) to Him, so those who are not among the people of gratitude are not among the people of ‘ibâdah:
“... and be grateful to Allâh, if it is Him you worship” (al-Baqarah 2:172)

He instructed His slave Mûsâ (AS) to accept what He had bestowed upon him with gratitude:
“...O Mûsâ! I have chosen you above (other) men, by the mission I (have given you) and the words I (have spoken to you): take then the (revelation) which I give you, and be of those who give thanks.” (al-Ā‘râf 7:144)

Allâh has told us that His pleasure may be attained through gratitude:
“... If you are grateful, He is pleased with you...” (az-Zumar 39:7).

Allâh praised Ibrâhîm (AS) for being grateful for His favours:
“Ibrâhîm was indeed a model. Devoutly obedient to Allâh, (and) true in faith, and he joined not gods with Allah. He showed his gratitude for the favours of Allâh, Who chose him, and guided him to a straight way.” (an-Nahl 16:120-121)

Allâh mentioned that gratitude is the purpose of creation:
“It is He Who brought you forth from the wombs of your mothers when you knew nothing; and He gave you hearing and sight and intelligence and affection: that you may give thanks (to Allâh).” (an-Nahl, 16:78)

“Allâh had helped you at Badr, when you were a contemptible little force; then fear Allâh; thus may you show your gratitude.” (Āl ‘Imrân 3:123).

As well as being the purpose of creation, gratitude was also the purpose of sending the Prophet (SAAS):
“Then remember Me; I will remember you. Be grateful to Me, and do not reject
Me.” (al-Baqarah 2:152)

Continuar leyendo

Takutlah hanya pada ALLAH

berdoalah kepada Tuhan kamu
dengan merendahkan diri
dan dengan suara pelan
sesungguhnya
Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas

dan janganlah kamu
membuat kerusakan di bumi
sesudah baiknya
dan berdoalah kepadanya
dengan rasa takut dan penuh harap
sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat
kepada orang-orang yang berbuat kebaikan
(7:55-56)

Continuar leyendo

The Pleasures of Paradise [Part 1 of 2]

In the next few days we will be sending messages on the HereAfter: Paradise, Hell, Journey After Death, Signs of the Last Day (previously sent) etc. It is a request to all the members of "ISLAM" group to invite as many people as you can so that more and more people can benefit from the messages we share.

The reality of Paradise is something which people will never be able to understand until they actually enter it, but Allah has shown us glimpses of it in the Quran. He has described it as a place essentially different to the life of this world, both in the very nature and purpose of life, as well as the types of delights which people will enjoy therein. The Quran tells people about Paradise, which Allah offers to them, describes its great blessings, and proclaims its beauties to everyone. It informs people that Paradise is one of two ways of life prepared for them in the afterworld, and that every good thing will be theirs in Paradise to a degree that surpasses our present ability to imagine. It also shows that Paradise is a place where all blessings have been created perfectly and where people will be offered everything their souls and hearts will desire, and that people will be far removed from want and need, anxiety or sadness, sorrow and regret. Every kind of beauty and blessing exists in Paradise and will be revealed with a perfection never seen or known before. Allah has prepared such blessings there as a gift, and these will be offered only to people with whom He is pleased.

But what is the nature of these delights in Paradise, and how will it be different from the delights of this world? We will try to highlight a few of these differences.
-----------------------------------------------------------------
Pure delight without pain and suffering:
While people in this world experience some delight, they also face much toil and suffering. If one was to scrutinize the life which they live, they will find that the amount of hardship they face is much more than the ease and comfort. As for the life of the Hereafter, there will be no hardship nor suffering in it, and people will live therein in pure joy and delight. All the causes of sorrow, pain and suffering which people experience in this life will be absent in the Hereafter. Let’s take a look at some of these causes.
-----------------------------------------------------------------
Wealth:
When one thinks of success in this life, they usually conjure the image of big houses, fine jewelry and clothing, and expensive cars; financial stability is seen to be the key to a happy life. To most people, success is inseparably related to wealth, even though this is the furthest from the truth. How many times have we seen the wealthiest of people living such miserable lives, that it sometimes even leads them to commit suicide! Wealth is something which humans in their very nature desire at any cost, and this desire has been created for a great and wise purpose. When this desire is not satiated, it causes some extent of grief in a person. For this reason, Allah has promised the inhabitants of Paradise that they will have all that they imagined as far as wealth and belongings are concerned, both for those who were extremely poor, experiencing even hunger and thirst, to those well-to-do but who desired even more. God gives us a glimpse of this when he says in the Quran:

"To them will be passed round, dishes and goblets of gold: there will be there all that the souls could desire, all that their ayes could delight in: and ye shall abide therein (for eye)".(Quran 43:71)

“Eat and drink at ease for that which you have sent forth (good deeds) in days past!” (Quran 69:24)

“… They will be adorned therein with bracelets of gold, and they will wear green garments of fine silk and heavy brocade. They will recline therein on raised thrones. How good [is] the recompense! How beautiful a couch [is there] to recline on!” (Quran 18:31)

-----------------------------------------------------------------
Disease and Death
Another cause of pain and suffering in this life is the death of a loved one or disease, which are both non-existent in Paradise. None will feel any sickness or pain in Paradise. The Prophet Muhammad, may the mercy and blessings of God be upon him, said about the people of Paradise:

“They will never fall ill, blow their noses or spit.” (Saheeh Al-Bukhari)

None will die in Paradise. All shall live eternally enjoying the pleasures therein. The Prophet Muhammad (PBUH) said that a caller will call out in Paradise when people enter it:

“Indeed may you be healthy and never be sick again, may you live and never die again, may you be young and never grow feeble again, may you enjoy, and never feel sorrow and regret again.” (Saheeh Muslim)

-----------------------------------------------------------------
Social Relationships:

As for the remorse felt due to a rift in personal relationships, people will never hear any evil or hurting comments or speech in Paradise. They will only hear good words and words of peace. Allah says:

“They will not hear therein ill speech or commission of sin. But only the saying of: Peace! Peace!” (Quran 56:25-26)

There will be no enmity between people nor ill-feelings:

“And We shall remove from their breasts any (mutual) hatred or sense of injury (which they had, if at all, in the life of this world)…” (Quran 7:43)

The Prophet said:

“There will be no hatred or resentment among them, their hearts will be as one, and they will glorify God, morning and evening.” (Saheeh Al-Bukhari)

People will have the best of companions in the Hereafter, who were also the best people in the world:

“And whoever obeys God and the Messenger – those will be with the ones upon whom God has bestowed favor – of the prophets, the steadfast affirmers of truth, the martyrs and the righteous. And excellent are those as companions!” (Quran 4:69)

The hearts of the people of Paradise will be pure, their speech will be good, their deeds righteous. There will be no hurtful, upsetting, offensive or provocative talk there, for Paradise is free of all worthless words and deeds. If we were to discuss all the causes for anguish in this life, we would surely find its absence or opposite to be true in Paradise.

Continuar leyendo

le jugement

LE JUGEMENT DERNIER

Le deuxième souffle de la Trompe sera l'appel vers le grand rassemblement. On lancera un appel : "Hors de terre"et voilà que les Hommes du premier au dernier sont ressuscités. Il déferleront de leurs tombes vers leur Seigneur comme une marée de sauterelles, courant le cou tendu. Oui, ce jour là, la Terre, sur ordre de son Seigneur éjectera tout ce qu'elle contient, et les Non Croyants diront : "Malheur à nous ! Qui nous a ressuscités de là où nous dormions ! Ceci est vraiment la promesse d''Allah que nous avaient annoncés les Messagers. Oui, la terre se fendra pour laisser les Hommes sortir en toute précipitation, Oui, Allah fera ressurgir à la vie les habitants des tombes.

Ce jour là, ils suivront Israfil (as) le Grand Convocateur, sans dévier d'un pouce. Ils seront tous rassemblés à la surface d'une terre inconnue, plane. Et, ce jour là, il n'y aura plus de sommeil. Les regards seront fixes, la tête rejetés en arrière, les yeux horrifiés, le coeur affolé. Les Hommes porteront leur fardeau entier ainsi qu'un peu du fardeau de ceux qu'ils auront égarés. Certains seront rassemblés en se trainant sur leur visage, aveugle, muet et sourd. Les jambes s'enlaceront l'une après l'autre et ce jour là, appartient à Allah. C'est une journée très dure pour les Non Croyants, les Criminels arboreront le masque lugubre de Satan et leurs visages seront bleus. Malheur à celui qui aura tourné le dos à la religion car il supportera une charge bien lourde.

Oui, les Hommes accoureront au Jugement, tout petit et nus, les Criminels seront enchainés deux par deux, leurs vêtements seront de goudron et leur visage enveloppés par les flammes ou par une poussière noire. Il n'y aura plus entre les Hommes aucun lien de parenté et les gens s'interrogeront entre eux. Les enfants et les parents ne seront plus d'aucune utilité, il y aura une séparation entre eux. L'Homme fuira son frère, ainsi que sa mère, son père, sa compagne et ses enfants car chacun sera trop préoccupé ce jour là pour penser aux autres. Les visages seront baissés sous le poids des chaines et des soucis, et tous seront exposés en rang.

Viendra Allah le Très Haut, son Trône porté par Huits anges. Viendront aussi des vagues successives d'anges qui se placeront en rang et ce jour là, l'enfer sera amené, trainé par une multitude d'anges et la Balance sera apportée. C'est alors que chaque peuple après une longue attente se dirigera vers son Prophète (as) pour que ce dernier intercède auprès d'Allah afin que le Jugement ait lieu. C'est alors que seul le Prophète Mohamed (saw), sceau des Prophètes pourra intercéder avec la permission de son Seigneur. (voir *Hadith*)

Et le Jugement débutera... par la communauté musulmane et ainsi de suite pour durer dit-on 50 000 ans. Tous les Hommes auront un livret qui reprendra toutes les actions qu'ils auront commises durant leur vie. Les Non Croyants diront alors "Malheur à nous ! qu'est ce que ce livret qui n'oublie aucun petit ou grand péché".

Ils trouveront présents sous leurs yeux le bilan de leurs actions et les criminels seront dirigés au feu tels des assoiffés qui courent vers l'eau. Et oui, celui qui aura fait le poids d'un atome de mal le verra et celui qui aura fait le poids d'un atome de bien le verra ; et celui dont les actions pèseront lourd (en bien) dans la balance, nul crainte à son sujet et celui dont les actions seront légères, alors malheur à lui, car l'enfer sera sa récompense.

J'espère mes frères et soeurs que vous comprenez lorsque Dieu dit "L'Heure finale est vraiment une épreuve terrible". Ces quelques lignes ne peuvent apporter qu'un aperçu éphémère de la situation. Comment parler d'un fait que l'on a pas vécu. Aussi, veillez à vivre dans l'obéissance d'Allah afin que vous soyez touchés de sa miséricorde ce jour là, car nul protecteur si ce n'est Allah. Veillez mes frères et soeurs à agir dans le bien et à réprouver le mal afin que le Seul Protecteur de ce jour là, ne soit pas votre ennemi. Veillez mes frères et soeurs à l'éducation de vos enfants et de ceux qui sont dans le besoin de la science afin que vous soyez reçu ce jour là, telle une délégation royale.

Ne soyez pas comme ceux qui ont oublié Allah, car ce jour là, leurs bouches seront scellés et ce seront leurs mains et leurs pieds qui témoigneront de ce qu'ils faisaient.

Soyons Musulmans, adorant un Dieu Unique, sauvegardant les liens sacrés de la parentés, ayant de la miséricorde pour les Hommes afin que Dieu ne nous dise pas :'' Ne vous ai-je point ordonné O Fils d'Adam de ne pas adorer Satant ! car il est pour vous un ennemi évident ! et de m'adorer ce qui est une voie bien droite. Et, il a certainement égaré un très grand nombre d'entre vous, ne raisonniez vous donc point ? Voici l'enfer qu'on vous a promis, Soyez y rôtis pour avoir mécru" (verset 60 à 64/36).

Parmi les plus étranges faits que connaîtront les habitants du Feu figurera le discours que prononcera Iblis et qui renforcera encore plus le remords, le chagrin et les malheurs des gens du feu. Le Coran comprend ce discours :"Lorsque le décret aura été décidé, le démon dira :"Dieu vous a certainement fait une promesse vraie, tandis que je vous ai fait une promesse que je n'ai pas tenue. Quel pouvoir avais je sur vous sinon celui de vous appeler ? Vous m'avez répondu. Ne me blâmez donc pas, blâmez vous vous mêmes ? je ne vous suis d'aucun secours, vous ne m'êtes d'aucun secours. J'ai été incrédule envers ceux auxquels vous m'avez autrefois associé" (s14/extr. v/22)

Et les mécréants, une fois au feu diront "Ah si nous avions écouté (les messagers ) ou raisonné, nous ne serions pas parmi les gens du feu (verset 10/67).

Continuar leyendo

follow me