Penyebab Kemurkaan Allah

Manusia berasal dari kata nasiya yang berarti lupa. Oleh karena itu Kadar keimanan manusia kadang naik kadang pula turun. Itulah di antara kelemahan manusia. Dan saling menasihati merupakan obat agar lupa tidak menjadi senjata ang merusak manusia.

selain itu manusia mengalami suatu tahapan yang membawanya menuju kepada kemurkaan Allah, diantaranya adalah sebagai berikut :

Pertama, adanya kemalasan dalam menunaikan ibadah, salat, tilawah, zikir, membaca Al-qur'an apalagi infak. meskipun telah dikerjakan hanya sekadar untuk menggugurkan kewajiban. Tidak ada keikhlasan dalam menjalankannya.

Kedua, ada keinginan untuk selalu menyendiri. Selalu muncul seribu satu alasan agar dirinya selalu sendiri. Alasannya bermacam-macam. Mulai dai kesibukan kebutuhan hdup, urusan keluarga, sibuk menghadapi ujian sekolah, dan sebagainya. Pokoknya, selalu ada halangan dalam berkumpul dengan yang lain.

Ketiga, munculnya kepekaan emosi yang berlebihan. Orang jadi mudah tersinggung. Jangankan ditegur, dipuji pun boleh memunculkan kesalahpahaman. Yang ada di benaknya cuma ada pola berpikir negatif. Semua orang selalu salah, kecuali yang benar-benar cocok dengan dirinya. Dari situ pula, muncul ukuran siapa yang bicara, bukan apa yang dibicarakan.

Bayangkan jika sebuah amanah dipegang oleh mereka yang punya keadaan seperti di atas. Akan terjadi beberapa kemungkinan. Boleh jadi, amanah akan terbengkalai kerana ditinggalkan dengan tanpa beban. Kemungkinan berikutnya, terjadi konflik dalam pos yang diamanahkan. Kerana orang yang punya kecenderungan bekerja sendiri sulit boleh menyatu dalam kerja tim.

Betapa sukarnya jika futur menghinggapi diri. Kerana itu, perlu berhati-hati agar tidak terjebak dalam futur. Ada beberapa sebab sehingga seorang mukmin boleh futur. Pertama, berlebihan dalam memahami dan menerapkan ajaran agama.

Sebab ini muncul kerana kurangnya pemahaman bahwa Islam sangat sejalan dengan fitrah manusia. Tidak ada yang sulit dalam Islam. Pengamalan Islam akan menjadi berat jika diberat-beratkan. Bahkan, dalam jihad pun. “Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan…” (QS. 22: 78)

Rasulullah saw. pernah memberi nasihat, “Sesungguhnya agama Islam itu mudah dan tidaklah orang yang berlebihan dalam beragama melainkan ia akan dikalahkan olehnya.” (HR. Bukhari)

Dalam hadits lain, Rasulullah saw. bersabda, “Berbuatlah sesuai dengan kemampuanmu, sesungguhnya Allah tidak akan merasa bosan sampai kamu sendiri yang merasa bosan. Dan sesungguhnya amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang terus-menerus sekali pun sedikit.” (Mutafaq ‘alaih)

Sebab kedua, berlebihan dalam hal yang dibolehkan, mubah. Seorang mukmin menempatkan sarana hidup sebagai kendaraan buat kebahagiaan akhirat. Bukan buat pelampiasan.

Abu Sulaiman Ad-Darani mengatakan, “Siapa yang kekenyangan maka akan mendapat enam bahaya: kehilangan manisnya bermunajat kepada Allah, susah menghafal ilmu, kurang peduli terhadap sesama (kerana mengira semua orang kenyang seperti dirinya), merasa berat beribadah, dan bergejolak syahwatnya. Kerana, seorang mukmin akan menyibukkan diri berada di lingkungan masjid sementara orang yang perutnya kenyang akan sibuk di sekitar tempat pembuangan sampah.” (Riwayat Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumidin)

Ka’ab bin Malik memang pernah mengalami surut semangat dalam dakwah dan jihad. Tapi, sahabat yang banyak meriwayatkan hadits ini memohon ampun pada Allah kerana kekhilafannya. Walaupun ampunan itu mesti ia tebus dengan dipulaukan oleh kaum muslimin selama empat puluh hari.

Danos tu comentario

follow me